Contoh Kasus Persaingan Usaha Tidak Sehat
Kasus PT Carrefour Indonesia dan keputusan KPPU
Kasus
PT Carrefour sebagai Pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999. Salah satu aksi
perusahaan yang cukup sering dilakukan adalah pengambil alihan atau
akuisisi. Dalam UU No.40/2007 tentang Perseroan terbatas disebutkan
bahwa hanya saham yang dapat diambil alih. Jadi, asset dan yang lainnya
tidak dapat di akuisisi. Akuisisi biasanya menjadi salah satu jalan
untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan. Dalam bahasa
inggrisnya dikenal dengan istilah acquisition atau take over . pengertian acquisition atau take over adalah pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain. Istilah Take over sendiri memiliki 2 ungkapan , 1. Friendly take over (akuisisi biasa) 2. hostile take over (akuisisi yang bersifat “mencaplok”) Pengambilalihan tersebut ditempuh dengan cara membeli saham dari perusahaan tersebut.
Esensi
dari akuisisi adalah praktek jual beli. Dimana perusahaan pengakuisisi
akan menerima hak atas saham dan perusahaan terakuisisi akan menerima
hak atas sejumlah uang harga saham tersebut. Menurut pasal 125 ayat (2)
UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menjelaskan bahwa
pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang
perseorangan. Jika pengambilalihan dilakukan oleh perseroan, maka
keputusan akuisisi harus mendapat persetujuan dari RUPS. Dan pasal yang
sama ayat 7 menyebutkan pengambilalihan saham perseroan lain langsung
dari pemegang saham tidak perlu didahului dengan membuat rancangan
pengambilalihan ,tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan
kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham
dengan tetap memperhatikan anggaran dasar perseroan yang diambil alih.
Dalam
mengakuisisi perusahaan yang akan mengambilalih harus memperhatikan
kepentingan dari pihak yang terkait yang disebutkan dalam UU. No. 40
tahun 2007, yaitu Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan
perseroan, kreditor , mitra usaha lainnya dari Perseroan; masyarakat
serta persaingan sehat dalam melakukan usaha. Dalam sidang KPPU tanggal 4
november 2009, Majelis Komisi menyatakan Carrefour terbukti secara sah
dan meyakinkan melanggar Pasal 17 (1) dan Pasal 25 (1) huruf a UU
No.5/1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat.. Pasal 17 UU No. 5/1999, yang memuat ketentuan mengenai larangan
bagi pelaku usaha untuk melakukan penguasaan pasar, sedangkan Pasal 25
(1) UU No.5/1999 memuat ketentuan terkait dengan posisi dominan. majelis
Komisi menyebutkan berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh selama
pemeriksaan perusahaan itu pangsa pasar perusahaan ritel itu meningkat
menjadi 57,99% (2008) pasca mengakuisisi Alfa Retailindo. Pada 2007,
pangsa pasar perusahaan ini sebesar 46,30%. sehingga secara hukum
memenuhi kualifikasi menguasai pasar dan mempunyai posisi dominan,
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 Ayat 2 UU No.5 Tahun 1999.
Berdasarkan
pemeriksaan, menurut Majelis KPPU, penguasaan pasar dan posisi dominan
ini disalahgunakan kepada para pemasok dengan meningkatkan dan
memaksakan potongan-potongan harga pembelian barang-barang pemasok
melalui skema trading terms. Pasca akuisisi Alfa Retailindo,
sambungnya, potongan trading terms kepada pemasok meningkat dalam
kisaran 13%-20%. Pemasok, menurut majelis Komisi, tidak berdaya menolak
kenaikan tersebut karena nilai penjualan pemasok di Carrefour cukup
signifikan.
Komentar
Posting Komentar